Bebondresan Dalam Wayang Kulit Tantri Sebagai Representasi Pergulatan Identitas Dalang I Wayan Wija di Desa Sukawati, Kabupaten Gianyar

Authors

  • I Ketut Kodi ISI Denpasar

Abstract

Disertasi berjudul “Bebondresan dalam Wayang Tantri sebagai Representasi Pergulatan Identitas oleh Dalang I Wayan Wija” oleh I Ketut Kodi ini bertujuan untuk menjawab tiga masalah penelitian, yakni: (1) Bagaimana bentuk bebondresan dalam wayang tantri sebagai representasi pergulatan identitas dalang I Wayan Wija? (2) Idiologi apakah yang ada di balik bebondresan dalam wayang tantri dalang I Wayan Wija? (3) Apa makna bebondresan dalam wayang tantri dalang I Wayan Wija? Metode kwalitatif-transkriptif analisis diterapkan terhadap data hasil interview, observasi puluhan pagelaran wayang tantri, empat rekaman video-audio, dan satu transkripsi pagelaran yang berjudul Sang Aji Dharma Kapastu. Studi kepustakaan digunakan mendukung kajian kritis analitis terhadap manifestasi idiom-idiom postmo ke dalam bebondresan wayang ini.

Membedah manifestasi budaya postmo dalam bebondresan wayang tantri yang domain utamanya berada dalam ranah estetika teatrikal praktis epistemologinya dikembangkan berlandaskan pada empat teori. Teori Estetika Postmodern dan Teori Identitas digunakan untuk mengkaji bentuk-bentuk bebondresan wayang tantri yang dapat dilaporkan sebagai representasi fenomena pergulatan identitas dalang I Wayan Wija dalam konteks budaya postmo. Teori Semiotik dan Teori Praktik menjadi kerangka analisis dalam memformulasikan idologi-ideologi plural dalam wayang tantri, baik yang diyakini benar, dianut, maupun yang masih masih dipertanyakan, semua diformulasikan, diaktifkan, dikontestasi, dikritisi, dikomentari, dijunjung maupun diremehkan ke dalam aneka bentuk estetika, idiom, dan diksi-diksi wayang tantri. Teori Semiotik digunakan sebagai landasan untuk mengidentifikasi enam makna bebondresan wayang tantri, meliputi makna pergulatan identitas, makna pelestarian seni dinamis, makna pembaruan seni tradisi, makna pencarian identitas baru, makna pertahanan gaya budaya daerah, dan makna kreativitas tiada henti. Makna-makna itu terungkap melalui siluman beberapa idiom postmo seperti Pastische, Parodi, Kitch, Camp, Skitzofre. Beberapa diksi/idiom postmo yang penting tetapi sudah usang bisa diaktifkan secara atraktif, terkadang konyol dan murahan bahkan keluar konteks, tetapi justru menghibur sehat inspiratif ke dalam narasi, dialog dan tingkah polah bentuk wayang-wayang tokoh bebondresan wayang tantri.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa secara holistic wayang tantri adalah manifestasi budaya postmo, bahkan sebuah wayang tantri dapat merepresentasikan lebih dari dua idiom postmo seperti dicontohkan oleh tokoh wayang narawangsa berkepala kambing. Indikasi Pastiche terjadi atas terpahatnya kepala kambing pada badan manusia. Ini juga indikasi Camp atas ketidak singkrunan badan manusia dengan kepala kambing. Narasi bolak balok yang digunakan antara binatang yang tiba-tiba ngomong sebagai tokoh seorang budiman mengindikasikan skitsofrenia dan parodi. Disaat dia berakting dangan sekedar swara “mbaak-mbeek” mengindikasikan idom kitch murahan. Budaya postmo dalam wayang tantri direpresentasikan secara kompleks.

Downloads

Published

2021-11-08

How to Cite

Kodi, I. K. (2021). Bebondresan Dalam Wayang Kulit Tantri Sebagai Representasi Pergulatan Identitas Dalang I Wayan Wija di Desa Sukawati, Kabupaten Gianyar. Prosiding Bali Dwipantara Waskita: Seminar Nasional Republik Seni Nusantara, 1(1). Retrieved from https://eproceeding.isibali.ac.id/index.php/bdw/article/view/238

Most read articles by the same author(s)

Obs.: This plugin requires at least one statistics/report plugin to be enabled. If your statistics plugins provide more than one metric then please also select a main metric on the admin's site settings page and/or on the journal manager's settings pages.